TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Arief Johar Cahyadi Permana (24), relawan SAR DIY asal Klaten, hingga kini (2/1/2011) mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cebongan, Sleman. Ia menjadi tahanan titipan Kejaksaan Negeri (Kejari) atas dakwaan kepemilikan senjata tajam berupa pisau lipat.
Pisau lipat, ditambah golok dan linggis, merupakan sarana taktis SAR pada operasi evakuasi korban bencana erupsi Merapi. "Pisau lipat yang saya bawa itu sekaligus korek dan senter, jadi selalu saya bawa kemana-mana," kata Arief saat ditemui Tribun Jogja di Lapas pada jam besuk Lapas, Rabu (02/02/2011).
Arief ditangkap petugas Polres Sleman, saat razia 23 November 2010 pukul 23.30 WIB di Jembatan Timbang, Maguwoharjo. Pada razia tersebut, ada 18 orang terjaring, untuk berbagai macam kasus, termasuk senjata tajam dan narkoba.
Brotoseno, komandan SAR DIY pun mengaku berang saat mengetahui Arief ditahan gara-gara pisau lipat yang menjadi perlengkapan SAR itu. “Polres Sleman benar-benar berlebihan. Itu kan pisau lipat. pisau lipat. Itu standard rescue,” katanya.
Namun, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman, Petrus Sadiyo SH, bersikukuh, bila senjata tajam yang ditemukan saat razia polisi itu ilegal. Kalau memang yang bersangkutan bisa membuktikan ijin kepemilikan senjata tajam, petrus yakin, Arief akan bebas dari tuntutan.
Saat ini, Arief menunggu proses sidang di PN Sleman. Minggi ini, sidang pembacaan dakwaan telah dilakukan. Ia diancam undang-undang darurat tahun 1951, pasal 2 ayat 1, tentang kepemilikan senjata tajam tanpa ijin. "Ancamannya 10 tahun penjara," kata Petrus. (*)
Editor : syafik
http://jogja.tribunnews.com/
SAR DIY: Pisau Lipat itu Perlengkapan Standar Rescue
TRIBUNJOGJA.COM - YOGYA - Komandan SAR DIY, Drs Brotoseno MSi, akan mengupayakan kebebasan Arif. Ia bersedia menjadi saksi ahli dalam sidang terdakwa Arif atas kepemilikan senjata tajam berupa pisau lipat. Sebab, senjata tajam itu menjadi peralatan standar rescue.
"Saya akan somasi pihak-pihak yang terkait," kata Seno dengan nada tinggi, kepada Tribun Jogja, Rabu (2/2/2011), di Hotel Rumah Palagan, Dusun Mudal, Ngaglik, Yogyakarta.
Brotoseno mengaku benar-benar berang, saat mengetahui Arief Johar Cahyadi Permana ditahan gara-gara pisau lipat yang menjadi perlengkapan SAR itu. “Polres Sleman benar-benar berlebihan. Itu kan pisau lipat,” katanya. Seno memang baru mendapatkan laporan ditahannya Arief pada Selasa (1/2/2011) malam.
Menurutnya, pisau lipat termasuk survival kit anggota SAR. "Untuk operasi Kecelakaan laut, kami jarang memakai pisau lipat. Sedangkan operasi kecelakaan gunung dan rimba selalu membawa pisau lipat. Itu standard rescue," kata pemilik hotel Rumah Palagan ini.
Untuk operasi evakuasi korban Merapi, lanjutnya, semua relawan dibekali pisau lipat, golok, linggis dan peralatan lainnya. “Relawan bawa pisau lipat kok ditangkap. Memang polisi tidak tahu standard rescue. Pisau lipat itu perlengkapan standar rescue. Mestinya kan bisa tanya dulu pada yang tahu. Kasus ini bisa sampai ke pengadilan tentu proses awal di Polres dan Kejaksaan yang ngaco itu," urai Seno.
Dalam kesempatan itu, Brotoseno juga mempertanyakan aturan tentang kepemilikan pisau lipat, linggis, golok, kampak dan senjata tajam lainnya. “Kalau memang semua itu harus ijin, semua warga negara Indonesia ini ya harus ditahan,” katanya dengan nada tinggi.
Di tempat terpisah, Kasatreskrim Polres Sleman, AKP Danang Kuntadi mengaku tidka tahu menahu soal kasus Arief. "Saya tidak banyak tahu, karena kasusnya ditangani Kasatreskrim yang lama," kilahnya.
Mantan Kasatreskrim Polres Sleman AKP Qori Okto Handoko saat dihubungi mengakui telah ada penangkapan yang mengaku relawan. Saat itu, ia terjaring operasi gabungan Pekat malam di kawasan Maguwo. “Saat itu yang bersangkutan membawa sajam, kemudian dia diamankan di Polres Sleman," ujarnya kepada Tribun Jogja, Rabu (2/2/2011).
Menurut Okto, penangkapan itu dilakukan karena Arief membawa senjata tajam dan tidak sedang berada di lokasi bencana.
Sedangkan Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman, Petrus Sadiyo SH, saat ini kasus tersebut sudah dalam persidangan tahap pertama. “Sudah pembacaan dakwaan. Terdakwa di ancam pasal kepemilikan senjata tajam tanpa ijin," papar Petrus.
Ia menambahkan, kalau memang yang bersangkutan bisa membuktikan ijin kepemilikan senjata tajam, petrus yakin, Arief akan bebas dari tuntutan.
Tapi kalau ia terbukti memiliki senjata tajam tanpa ijin, lanjut Petrus, ia telah melanggar undang-undang darurat tahun 1951, pasal 2 ayat 1, tentang kepemilikan senjata tajam tanpa ijin. "Ancamannya 10 tahun penjara," katanya. (*)
http://jogja.tribunnews.com/
Sebelum Ditangkap Arief Bakar Bangkai Sapi
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Arief Johar Cahyadi Permana (24), terdakwa kepemilikan senjata tajam yang kini mendekam di Lapas Cebongan Sleman, merupakan relawan SAR Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Posko Balairantai. “Saya bergabung awal November 2010, setelah letusan besar itu. Saya tergerak saja untuk membantu,” katanya, saat ditemui di Lapas Cebongan, Rabu (2/1/2011).
Ditambahkan, begitu terjadi letusan besar dan abu Merapi masuk Kota Yogya, Universitas Indonesia (UII), kampus tempatnya kuliah, libur. Selain karena udara cukup pekat, kampus di kawasan Jl Kaliurang itu dijadikan tempat pengungsian.
“Ketika melihat pengungsi yang bertumpuk-tumpuk di kampus, saya tergerak. Saya kasihan. Karena itu, saya kemudian daftar jadi relawan. Waktu itu ada teman kampus juga yang ikut daftar,” kata Arief.
Saat itu, Arief sengaja memilih SAR Pos Balairantai, karena dekat dengan rumah orang tuanya. Ia berpikir, kalau ada sesuatu dengan keluarganya, dia bisa cepat bisa menolong.
Di pos itu, Arief bersama anggota SAR lainnya ditugasnya menjadi Tim Pendahulu. “Saya bertugas memotong pohon-pohon yang menghalangi jalan untuk evakuasi. Setelah dimungkinkan untuk dilalui kendaraan, baru tim lain masuk,” katanya.
Beberapa hari selama menjadi relawan, Arief menikmati tugasnya itu. Pagi hari, ia bersama rombongan berangkat menuju lokasi yang telah ditentukan, dan menjelang siang dia kembali ke pos. Perlengkapan standar selalu menemani pekerjaannya itu adalah linggis, parang, pisau lipat, senter dan masker.
Meski harus menguras tenaga, Arief mengaku sangat menikmati tugas kemanusiaan itu. Apalagi, ketika tim-nya sempat mengevakuasi dua korban meninggal, laki-laki asli Klaten itu semakin bersemangat.
Di hari terakhir tugasnya sebagai relawan, 23 November 2010, Arief dan tim-nya bertugas membakar bangkai sapi dan memotong pohon-pohon di lereng Merapi sisi Klaten. Pukul 14.00 WIB, Arief kembali ke Posko dan beristirahat.
Setelah sekitar satu jam beristirahat, Arief bersama relawan lainnya disibukkan dengan pengurusan bantuan logistik. Malam harinya, sekitar pukul 22.00 WIB Arief memutuskan kembali ke Yogya, karena keesokan harinya harus mengikuti perkuliahan di Jurusan Akutansi, Fakultas Ekonomi, UII.
Untuk menuju Kota Gudeg, Arief melalui jalur Maguwoharjo melewati Jembatan Timbang. Kebetulan, malam itu di kawasan tersebut sedang dilangsungkan razia oleh Polres Sleman. Dan, pisau lipat perlengkapan SAR yang dibawanya, membawa laki-laki itu ke sel. (*)
http://jogja.tribunnews.com/
No comments:
Post a Comment