Jakarta - Tanya:
Assalamualaikum wr wb. Saya pernah membaca sebuah buku yang menyebutkan bahwa musik itu haram hukumnya dalam Islam baik mendengarkan ataupun memainkan. Yang jadi pertanyaan saya, kalau buku yang saya baca tesebut memang benar, apakah puasa saya diterima jikalau sepanjang saya berpuasa saya sering kali mendengarkan dan memainkan musik? Sedangkan dalam berpuasa kita dilarang melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan Allah. Mohon penjelasannya.
Jawab:
Seni merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Itu adalah fitrah yang dianugerahkan Allah Swt kepada manusia. Di sisi lain, al-Qur'an memperkenalkan agama yang lurus sebagai agama yang sesuai dengan fitrah (baca QS ar-Rum (30): 30). Jika demikian, Allah swt. mustahil mengutuk mereka yang mengekspresikan keindahan atau mencintai seni.
Al-Qur'an sangat menghargai seni. Al-Qur'an menyatakan bahwa Allah swt. menciptakan bintang-bintang antara lain untuk menjadi unsur keindahan langit (baca QS Fushshilat (41): 12). Bahkan, pemandangan kerbau yang kembali ke kandangnya dinyatakannya sebagai salah satu bentuk keindahan, Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan (QS an-Nahl [16]: 6). "Sesungguhnya Allah indah, mencintai keindahan," demikian sabda Nabi Saw (HR Muslim).
Nyanyian pun dibenarkannya. Bukankah Rasul Saw disambut dengan nyanyian ketika tiba di Madinah? Di rumah beliau pun pernah dua penyanyi yang mendendangkan lagu-lagu, beliau mendengarnya dan ketika penyanyi itu menyanyikan, "Kami mempunyai Nabi yang mengetahui apa yang terjadi esok," beliau menegurnya (HR Ahmad). Memang, ada yang percaya bahwa setan menggunakan seni untuk menggoda manusia. Seruling, terompet, tambur, dan semacamnya adalah bagian dari alat-alat yang haram hukumnya—begitu antara lain tulisan Ibnu al-Jauzi (w. 597 H) dalam bukunya, Talbis Iblis, karena suara alat-alat itu digunakan Iblis untuk mengelabui manusia.
Iblis atau setan dipercaya oleh sementara orang memiliki peranan dalam karya-karya seni. Kita menolak kepercayaan partisipasi setan dalam karya-karya seni, namun tetap harus diakui bahwa ada setan—baik dalam pengertian hakiki atau metafora, setan manusia atau setan jin—yang menggunakan seni untuk mencapai tujuannya.
Harus diakui pula bahwa ada penyanyi maupun nyanyian yang merangsang timbulnya kejahatan atau keburukan. Dari sini dapat dimengerti mengapa ada ulama yang melarang atau paling tidak kurang senang dengan nyanyian dan menganggapnya suara setan. Di sisi lain perlu dicatat bahwa kaum sufi menjadikan nyanyian sebagai salah satu cara menggugah hati untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Bahkan, Imam al-Ghazali berpendapat, "Siapa yang tidak berkesan di hatinya musim bunga dengan kembang-kembangnya, gambus (alat musik) dengan getaran-getaran nadanya, maka fitrahnya telah mengidap penyakit parah yang tidak ada obatnya."
Oleh karena itu, kita harus memandang pada substansi sesuatu, baru menetapkan hukum atasnya —haram, makruh, atau selainnya. Hal yang terlarang dari nyanyian atau seni adalah yang melengahkan manusia dari tugas dan kewajibannya terhadap Allah Swt dan makhluk-Nya. Nyanyian yang terlarang adalah nyanyian yang menggunakan kalimat-kalimat yang tidak dibenarkan agama atau tidak wajar menurut budaya serta apa pun yang disertai dengan gerak gerik yang mengundang selera rendah atau rangsangan negatif. Demikian, wallahu a'lam.
(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur'an)
(Qur'an and Answer ini merupakan kerjasama dengan www.alifmagz.com)
( gst / vta )
No comments:
Post a Comment