Seorang ”porter” atau tenaga pengangkut barang di pasar Tanah Abang bisa mendapat Rp 400.000 sehari pada masa menjelang Ramadhan. Tak dimungkiri, Pasar Tanah Abang menjadi ceruk nafkah bagi jutaan manusia hingga pelosok Nusantara.
Berbagai jenis usaha pendukung menggantungkan nasibnya di Tanah Abang. Di balik kesemrawutan pasar legendaris ini, rupiah terus menggelinding, berputar, memberi kontribusi yang riil pada perekonomian negeri.
Padahal, komoditas utama yang menjadi andalan di sini ”hanya” kebutuhan sandang. Namun, jenis usaha barang dan jasa pendukungnya bermunculan amat beragam, mengepung pasar. Secara garis besar, jenis usaha pendukung ini mencakup tiga kategori.
Ketiganya adalah usaha yang memasok kebutuhan di Tanah Abang seperti konfeksi; yang mendukung kebutuhan para pembelanja seperti rumah makan atau restoran serta motel; dan yang mendukung distribusi barang dari Tanah Abang seperti ekspedisi hingga kuli angkut atauporter.
Usaha konfeksi tersebar baik di Jakarta dan sekitarnya, juga di daerah. Toko Syam di Blok A, misalnya, memiliki usaha konfeksi sendiri di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Busana dari Syam juga kerap dikenakan pemain sinetron religi berjudul Inayah (Indosiar), Shandy Aulia. Sementara toko busana muslim laki-laki al-Mia memiliki usaha konfeksi di kawasan Kemandoran, Jaksel. Setiap kemasan baju al-Mia ditempeli label: Aku Cinta Produk Bangsaku.
Toko Syam, yang baru tiga tahun berdiri, mempekerjakan 15 penjahit, sementara al-Mia kini mampu mempekerjakan 400-an karyawan asal Pekalongan, Jawa Tengah, yang sebagian besar putus sekolah.
”Dalam sepekan, penjahit mendapat upah Rp 700.000 atau Rp 2,8 juta per bulan. Mereka tak perlu ngontrak rumah karena tinggal di wisma kami yang ditempuh berjalan kaki ke konfeksi. Makan juga kami beri,” tutur Herianus, pemilik al-Mia.
Penyebaran pakaian van Tanah Abang di Tanah Air sulit terwujud tanpa jasa ekspedisi. Usaha ekspedisi tampak berceceran di Tanah Abang. Mulai sejak jalan layang Karet, sepanjang Jalan KH Mas Mansyur, kawasan Jati Baru, Jalan Wahid Hasyim, Jalan Kebon Kacang I-IV, disesaki sekitar 200 jasa ekspedisi. Perputaran uang di bidang usaha ini saja dalam sehari miliaran rupiah.
Berbagai ekspedisi ini melayani pengiriman ke berbagai pelosok Nusantara, seperti Natuna, seluruh Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Papua, hingga mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Malaysia, dan Afrika.
Setiap ekspedisi di Tanah Abang biasanya juga merupakan perpanjangan jasa ekspedisi yang sama di setiap daerah. Dalam sehari, terutama menjelang Lebaran, setiap ekspedisi mampu mengirim paket sekitar 20 ton.
Jasa ekspedisi CV Cinta Saudara, misalnya, mengkhususkan pengiriman ke Jambi, Sumatera. Marjuli (53), pemiliknya, menuturkan, menjelang Lebaran kini, dia mampu mengirim 27 ton pakaian ke Jambi dengan ongkos Rp 1.250 per kilogram.
Menurut Marjuli, ekspedisi di Tanah Abang sudah terbagi-bagi berdasarkan daerah pengiriman barang. Setiap daerah dikuasai perusahaan ekspedisi tertentu. ”Kalau kita menyeberang ke wilayah orang, bisa ribut,” ujar Marjuli.
Setiap jasa ekspedisi itu biasanya juga mengirimkan suatu barang dari daerahnya ke Jakarta. Contohnya Ekspedisi Hakiki di Jalan KH Mas Mansyur, yang spesialisasi mengirim barang ke wilayah Kalimantan. Menurut Rizal (38), pemilik Hakiki, dari Banjarmasin, barang yang dikirim ke Jakarta adalah ikan asin. Kiriman ikan asin itu lalu berganti menjadi pakaian-pakaian modis dari Tanah Abang ke penjuru Kalimantan hingga Sarawak.
Keberadaan ekspedisi ini juga bergantung pada peran para kuli angkut, yang mengangkut paket pakaian dalam karung bal dari toko di pasar ke gudang ekspedisi dengan troli. ”Kita di sini nyebut-nya porter. Kalau kuli angkut kesannya kasar,” ujar Sajid (42), porter.
Istilah itu boleh jadi memang tepat. Sebab, meski kerjanya kasar, upahnya lumayan. Sajid mengaku, ketika sedang ramai seperti menjelang Lebaran sekarang, dalam sehari dia bisa mendapat upah Rp 400.000. ”Sarjana aja kalah, kan.... Seminggu kerja bisa bayar uang muka kredit motor,” cetus Sajid, yang mampu menyekolahkan empat anaknya di Bogor.
Saat berbagi kisahnya, senyum Sajid petang itu tampak begitu bahagia meski keringatnya menetes deras. Sederas rezeki yang mengalir ke koceknya.
No comments:
Post a Comment