oleh Zarqoni Maksum
Jika anda tanyakan kepada seseorang tentang tentang kota Mekkah, bisa di tebak jawabannya pasti tidak jauh dari seputaran haji, Ka'bah, Masjid Haram, unta atau kurma.
Sedemikian sederhananyakah? Ternyata tidak. Dalam kenyataannya, sejak dikuasai oleh dinasti Al Saud dan ditemukannya "emas hitam" alias minyak di gurun tandus itu, kota Mekkah tumbuh dan berkembang menjadi kota modern lengkap dengan segala aksesorinya. Serbuan produk-produk kapitalis gaya Amerika telah menyeruak masuk ke dalam jantung kotanya, dan yang lebih menarik lagi, gaya Amerika itu justru bisa berkelindan dengan sistem kehidupan agama yang tergolong konservatif dan bahkan bertolak belakang dengan prinsip-prinsip kebebasan gaya Amerika.
Sebuah sistem yang berjalan secara paradoksal, itulah kondisi Mekkah terkini yang berhasil dipotret dengan detil oleh Maha Eka Swasta, fotografer senior ANTARA, saat melakukan perjalanan hajinya di kota Mekkah selama lebih dari 60 hari. Hasilnya, sebuah buku fotografi berjudul 'The Other Side of Makkah' yang memuat beragam cerita tentang Mekkah dan apa saja yang ada di balik cerita itu.
Buku setebal 133 halaman itu telah diluncurkan pertama kalinya 27 Agustus 2010 lalu yang dibarengi dengan pameran foto di Pejaten Village Mall Jakarta hingga 5 September mendatang.
Dalam bukunya, Maha Eka seolah ingin menceritakan bahwa Mekkah tidak hanya cerita tentang Masjid Haram dan Ka'bah sebagai pusatnya dan hiruk pikuk ribuan jamaah haji dari penjuru dunia yang memadati kota tua itu. Namun lebih dari itu, Makkah digambarkan sebagai sebuah kota dengan masyarakatnya yang tengah diguncang-guncang gelombang modernisasi di segala bidang seperti juga kota-kota lain di dunia.
Jadi jangan dikira Mekkah adalah kota santri semata. Dengan mudah ada bisa temukan mal dan pusat perbelanjaan yang tak kalah prestisius dengan yang ada di Paris, New York atau London. Sebut saja sebuah merk jam tangan mewah, sepatu, perhiasan atau parfum ternama, Anda dengan mudah akan menemukannya di sana.
Jangan ditanya bagaimana perkembangan gedung-gedung bertingkatnya, hotel dan sebagainya. Jaringan Hotel Hilton yang telah menancapkan kakinya di setiap sudut kota-kota besar di seluruh dunia pun ada, dan bahkan letaknya hanya "sejengkal" dari pintu Masjidil Haram. Bahkan gambar iklan produk minuman yang selama ini menjadi ikon penetrasi kapitalis Amerika, Coca-Cola, berpendar tak jauh dari Masjid Haram, masjid yang paling disucikan oleh umat islam itu.
Namun yang paling menarik adalah keberhasilan sang fotografer dalam menyajikan sebuah kondisi masyarakat yang paradoksal, sebuah masyarakat dengan sisi yang saling bertentangan namun saling berkelindan. Sebuah kehidupan kota modern namun masyarakatnya menganut faham keagamaan yang ketat dan tertutup, khususnya bagi perempuan.
Faham keagamaan Wahabiyah yang dianut oleh dinasti Al Saud memang tidak memperbolehkan wanita untuk ikut berkiprah di ranah umum dan di luar rumah. Tak heran kehidupan kota seolah didominasi kaum adam, sementara wajah kaum hawa tersembunyi di balik gamis abaya hitam lengkap dengan cadarnya.
Situasi ini dipotret dengan cerdik oleh Maha Eka. Pada sebuah mal terlihat seorang perempuan melintas di deretan manekin yang mempertontonkan 'tank top' , busana dengan belahan dada dan perut yang terbuka, sementara anak-anak perempuan juga sudah akrab dengan busana gaya modern termasuk 'legging' yang membalut ketat kakinya.
Semua sisi itu di potret dengan begitu detil, sehingga detak jantung sebuah kota dan masyarakatnya yang tengah merengkuh modernisasi secara paradoksal itu dapat disajikan dengan indah, detil dan menawan. Sisi lain memang selalu menarik, dan buku ini berhasil membuktikannya.
M. Zarqoni Maksum
Pewarta foto ANTARA
No comments:
Post a Comment