Jakarta Kurang Ruang Terbuka Hijau
Senin, 27 September 2010 | 12:53 WIB
Laju penyedotan air tanah di Jakarta
JAKARTA, KOMPAS.com —
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus terjadi terutama akibat penyedotan air tanah dalam secara berlebihan, sedangkan ruang terbuka hijau (RTH) sebagai penyerapan air semakin terbatas. Demikian diungkapkan pengajar di Teknik Lingkungan Universitas Indonesia, Firdaus Ali, Sabtu (25/9/2010) di Jakarta.
Tahun 1984, misalnya, RTH Jakarta masih 28,8 persen dari total luas Jakarta yang mencapai 661,52 kilometer persegi. Namun, pada tahun 2003, luas RTH DKI Jakarta tinggal 9,12 persen.
”Pada tahun 2007, luas RTH DKI Jakarta ditaksir tinggal 6,2 persen karena semua ruang tersisa dikomersialisasi,” kata Direktur Keadilan Perkotaan Institut Hijau Indonesia Selamet Daroyni dalam kesempatan terpisah.
Di sisi lain, penyedotan air tanah di Jakarta semakin tak terkendali. Batas pengambilan air bawah tanah Jakarta sebenarnya hanya berkisar 186,2 juta meter kubik per tahun. Kenyataannya, volume air tanah yang diambil mencapai 251,8 juta meter kubik per tahun.
”Defisit pengambilan air tanah telah mencapai 66,6 juta meter kubik per tahun,” ujar Selamet. Jika satu truk tangki air berkapasitas 5 meter kubik, defisit air Jakarta setara dengan 13,3 juta truk tangki per tahun.
Banyaknya air yang disedot dari dalam tanah dan minimnya air yang terserap ke dalam tanah akibat minimnya RTH, menurut Direktur Amrta Institute for Water Literacy Nila Ardhianie, menciptakan ruang kosong di bawah permukaan tanah. ”Keberadaan ruang kosong, ditambah beban berat dari gedung-gedung tinggi, membuat penurunan permukaan tanah di Jakarta berlangsung cepat,” katanya.
Penurunan Permukaan Tanah
Jakarta "Tenggelam" Sudah di Depan Mata
Senin, 27 September 2010 | 09:50 WIB
KOMPAS
Skenario Jakarta tenggelam dalam beberapa tahun ke depan.
KOMPAS
Skenario Jakarta tenggelam dalam beberapa tahun ke depan
KOMPAS
Skenario Jakarta tenggelam beberapa tahun ke depan.
TERKAIT:
JAKARTA, KOMPAS.com —
Penurunan permukaan tanah secara signifikan di Jakarta semakin luas. Kondisi tersebut terjadi akibat kian intensifnya pembangunan fisik yang disertai penyedotan air tanah secara tidak terkendali. Naiknya permukaan laut sebagai dampak pemanasan global menyebabkan wilayah Jakarta yang terendam rob atau genangan saat air laut pasang kian luas.
Tim dari Kelompok Keilmuan Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) yang melakukan kajian subsidensi permukaan tanah di 23 titik di sekitar Jakarta menyimpulkan, penurunan permukaan tanah bervariasi, 2 sentimeter hingga lebih dari 12 cm selama 10 tahun sejak 1997 hingga 2007.
Hasanuddin Z Abidin, salah seorang peneliti, Sabtu (25/9/2010), menyatakan, sebagian besar kawasan barat hingga utara Jakarta mengalami penurunan tanah antara 5 cm dan 12 cm. Adapun wilayah tengah hingga timur penurunan tanahnya hingga 5 cm. Penurunan kawasan timur laut hingga selatan berkisar 2-4 cm.
”Penurunan permukaan tanah di sejumlah wilayah juga menurunkan badan jalan dan saluran drainase sehingga retak-retak, rusak, dan menutupi saluran,” kata Kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Tarjuki. ”Dinas PU DKI sedang memperbaiki badan saluran drainase yang tertutup agar air lebih cepat mengalir,” lanjutnya.
Penurunan permukaan tanah juga menciptakan kawasan-kawasan cekung yang lebih cepat tergenang saat banjir.
Sebagian kawasan Pademangan, Jakarta Utara, yang beberapa tahun lalu nyaman dilalui, misalnya, kini menjadi langganan rob saat air laut pasang. Kawasan wisata Ancol Taman Impian yang beberapa tahun lalu lebih tinggi daripada permukaan laut kini harus membangun tanggul di sepanjang bibir pantai guna menahan air laut saat pasang. Tanggul pun harus rutin ditinggikan karena permukaan tanah terus turun.
Data Dinas Pengembangan DKI Jakarta bahkan lebih mengerikan. Pada periode tahun 1982 hingga 1997 terjadi amblesan tanah di kawasan pusat Jakarta yang mencapai 60 cm hingga 80 cm. Karena merata, amblesan ini menjadi tidak terasa. Bila penurunan ini terus berlanjut, "tenggelamnya" Jakarta sudah di depan mata.
---------------
No comments:
Post a Comment