Wednesday, September 8, 2010
Masjid Cipto Mulyo, Masjid Peninggalan PB X
VIVAnews -
VIVAnews - Masjid Cipto Mulyo yang terletak di Kecamatan Pengging, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah pada awalnya hanyalah masjid untuk kerabat raja Keraton Surakarta. Masjid dengan desain limasan ini dulu menjadi tempat jujugan dari kerabat keraton seusai melakukan peristirahatan dengan siraman (mandi) di Umbul Pengging.
Menurut Paimin Munahad Mashuri, marbot Masjid Cipto Mulyo, masjid kuno ini berdiri pada tahun 1838 dan terletak di komples kawasan wisata Umbul Pengging. Di tempat ini tak hanya ada masjid kuno peninggalan raja Keraton Surakata, Pakubuwono (PB) X, tetapi ada juga tempat khusus pemandian kerabat raja, yaitu Umbul Pengging dan Umbul Sungsang, juga pesanggrahan.
Bahkan, di belakang masjid terdapat makam pujangga Jawa kuno, Yosodipuro dan Ronggowarsito. asjid ini terbilang cukup unik. Salah satunya terlihat dari namanya yang menggunakan bahasa Jawa, tidak seperti masjid lainnya yang menggunakan bahasa Arab.
Cipto Mulyo sendiri memiliki arti menciptakan kemuliaan di dunia dan akhirat. Dilihat dari bangunannya pun terasa kuno yang merupakan perpaduan bagunan nuansa Jawa. Di mana desain masjid ini adalah limasan, menyerupai pendopo. Untuk pilar-pilarnya pun masih menggunakan kayu
jati dengan warna krem. Meskipun, umurnya hampir satu abad, masjid ini masih terlihat kokoh dan gagah, berada di tengah-tengah lokasi sumber mata air.
"Beberapa kali sudah dilakukan renovasi, tetapi hanya bagian atap dan lantai saja. Kalau untuk bagian dalamnya, termasuk tiangnya yang berasal dari kayu jati, sama sekali belum pernah dilakukan renovasi," ujar dia kepada VIVAnews.
Bahkan, dekorasi dari masjid dengan lima pintu utama ini masih terasa kekunoannya, seperti keberadaan lampu Jawa klasik. Ditambah ukiran-ukiran yang berada di atas tiap pintu dan jendela dengan sisipan tulisan PB X yang menandakan bahwa pembangunan masjid itu terjadi pada masa pemerintahan PB X.
Uniknya lagi, di bagian atas gerbang serambi terdapatnya tulisan aksara Jawa kuno. Aksara Jawa tersebut bertuliskan Adegipun Masjid Cipto Mulyo, Selasa Pon, Kaping 24 Jumadilakhir 1838. Selain itu, juga terdapat bedug dan kentongan yang diletakkan di sisi kanan serambi masjid.
Sedangkan di tengah-tengah serambi terdapat arah mata angin, sebagai petunjuk araah kiblat. Ini sangat menarik, karena bangunan masjid ini miring sekitar 45 derajat ke utara dari arah kiblat sehingga shaf pun dibuat miring sesuai arah kiblat. Dan jarum arah kiblat itu dipasang oleh Departemen Agama Wilayah Jawa Tengah.
Kendati secara fisik mengalami renovasi berulang kali, namun perubahan bangunan masjid untuk mengarah ke tepat kilbat tidak dilakukan. "Arah bangunan ini dibiarkan saja, namun shaf tetap mengarah ke kiblat. Lagipula pihak kraton menginstruksikan untuk tidak merubahnya," kata dia.
Adanya kesalahan kemiringan kiblat dari bangunan itu, diterangkan dia, diperkirakan yang menjadi arsitektur bangunan Masjid Cipto Mulyo ini merupakan orang Belanda pada waktu itu. "Mungkin saja begitu alasannya, sehingga kiblat masjid itu miring 45 derajat," ujar Paimin.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment